Minggu, 09 Januari 2011

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah
Bank syariah yang lahir dari dua gerakan modern Islamic renaissance, yaitu neorevivalis dan modernis, merupakan salah satu pilar penting dalam sistem ekonomi Islam. Sama halnya dengan bank konvensional, bank syariah memainkan peran yang sangat vital dan strategis. Eksistensi bank syariah juga dapat dijadikan sebagai satu di antara sekian indikator perkembangan ekonomi Islam. Semakin besar market share perbankan syariah, maka semakin banyak komponen dalam masyarakat yang menggunakan berbagai transaksi syariah.
Bagi bank syariah, komposisi sumber dana yang dihimpun setidaknya terdiri dari tiga komponen, yaitu modal, pinjaman antarbank dan DPK. Sebagaimana halnya dalam perbankan non-syariah (selanjutnya disebut dengan ‘bank konvensional’), dana yang terhimpun dari masyarakat merupakan komponen terpenting dalam penghimpunan dana (funding) di dunia perbankan. Sumber dana dari masyarakat ini lazim disebut dengan Dana Pihak Ketiga (DPK). Sumber dana ini merupakan sumber dana terpenting bagi kegiatan operasi suatu bank dan merupakan ukuran keberhasilan bank jika mampu membiayai operasinya dari sumber dana jenis ini. DPK relatif mudah untuk diperoleh, karena DPK banyak tersedia di masyarakat. Namun demikian DPK tergolong mahal, karena pihak bank harus menyediakan sebanyak mungkin fasilitas bagi nasabah yang menyimpan dananya di bank bersangkutan.
Arti penting DPK bagi perbankan syariah dapat dilihat dari statistik perbankan yang dirilis oleh Bank Indonesia (BI) untuk tahun 2008. Dari keseluruhan Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS), diketahui bahwa dana yang berhasil dihimpun oleh BUS maupun UUS mayoritas berasal dari DPK.

Dari tabel tersebut diketahui bahwa 87% sumber dana yang dihimpun oleh bank syariah berasal dari DPK. Dari komposisi ini berarti bahwa semakin besar DPK yang berhasil terhimpun, maka jumlah dana yang dimiliki oleh bank syariah semakin bertambah besar, namun demikian pula sebaliknya. Seiring dengan data terbaru BI tersebut, Zainul Arifin juga mencatat bahwa berdasar data empiris selama ini, dana yang berasal dari akumulasi keuntungan yang ditanam kembali pada bank hanya sebesar 7% sampai 8% dari total aktiva bank. Bahkan jika dirata-rata, jumlah modal dan cadangan yang dimiliki oleh bank belum pernah melebihi 4% dari total aktiva.
Arti penting DPK selanjutnya bagi bank syariah dapat disimpulkan dari penelitian yang dilakukan oleh Nurhayati Siregar dan Maryonah. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa DPK berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap jumlah pendanaan (financing) yang disalurkan oleh bank syariah. Ini artinya bahwa semakin besar DPK yang berhasil dihimpun, maka semakin besar pula jumlah dana yang disalurkan oleh bank syariah kepada masyarakat. Akan tetapi sebaliknya, semakin kecil DPK maka imbasnya adalah semakin kecil pula volume financing.
Dari uraian tersebut maka dapat dipahami bahwa DPK menempati posisi yang sangat vital bagi perbankan syariah, baik itu dilihat dari segi funding maupun financing-nya. Dari segi funding bahwa mayoritas (87%) dana yang berhasil dihimpun oleh perbankan syariah adalah berasal dari DPK. Sedangkan dari segi financing, diketahui bahwa DPK mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap volume financing.
Pertanyaan yang kemudian mengemuka adalah, apa hubungan antara DPK dengan fungsi intermediasi yang diemban oleh bank? Fungsi intermediasi adalah tugas bank untuk menghimpun dana dari pihak-pihak yang kelebihan dana untuk kemudian disalurkan kembali bagi mereka yang membutuhkan injeksi dana. Pada posisi ini bank berperan sebagai pihak yang mempertemukan antara komponen masyarakat yang memerlukan ‘tempat’ untuk menyimpan dana mereka dengan komponen masyarakat lain yang membutuhkan dana.
Oleh karenanya, fungsi intermediasi sebagai tugas pokok dunia perbankan akan dapat diimplementasikan dengan baik apabila bank mampu menjaga perputaran dana secara sirkular antara pihak yang kelebihan dan yang kekurangan dana. Tidak saja kualitas perputaran dana yang harus dijaga oleh dunia perbankan, akan tetapi kuantitas atau volume dana yang harus diputar juga mempengaruhi fungsi intermediasinya. Jika bank hanya mampu menghimpun dana dalam jumlah yang kecil, maka secara otomatis volume dana yang dapat disalurkan juga kecil. Apabila hal ini terjadi, maka fungsi intermediasi bank tidak berjalan dengan optimal karena bank hanya mampu mempertemukan sebagian kecil saja antara pihak yang surplus dan pihak yang defisit. Berdasarkan hal tersebut, maka sudah menjadi keniscayaan bahwa untuk menjalankan fungsi intermediasi di atas maka bank harus memobilisasi dana dalam jumlah yang besar, sehingga semakin besar jumlah pihak surplus dan defisit yang dapat ’dipertemukan’ oleh pihak bank.
Lalu bagaimanakah fungsi intermediasi bank syariah di Indonesia. Secara kualitas, bank syariah secara umum dapat dikatakan lebih baik dari pada bank-bank konvensional. Hal ini dapat terindikasi dari beberapa hal. Pertama, nilai Financing to Deposit Ratio (FDR) bank syariah lebih besar dari pada Lending to Deposit Ratio (LDR) di bank konvensional. FDR bank syariah sebesar 112,3 % sedangkan LDR bank konvensional dalam angka 83,2% (BI, 2008). Ini artinya bahwa dana yang terhimpun oleh bank syariah tidak bersifat iddle, namun kesemuanya disalurkan ke masyarakat di sektor riil. Bahkan jumlah FDR yang di atas angka 100% tersebut menandakan bahwa seluruh DPK yang terhimpun dapat disalurkan kembali. Kedua, nilai Non-performing Financing (NPF) atau kredit macet bank syariah lebih kecil dari pada nilai Non-performing Loan (NPL) bank-bank konvensional. Kecilnya angka NPF (4%) dari pada NPL (9%) ini merupakan indikator bahwa pendanaan yang disalurkan bank syariah relatif lebih lancar dari bank konvensional, sehingga sirkulasi dana dapat terjaga dengan baik. Ketiga, tidak ada satu pun dari bank-bank syariah yang masuk dalam program rekapitalisasi perbankan. Kondisi ini memberi arti bahwa perbankan syariah di Indonesia termasuk dalam kategori bank yang sehat.
Pertanyaan yang selanjutnya mengedepan adalah, bagaimanakah fungsi intermediasi bank syariah di Indonesia jika dilihat dari segi kuantitasnya? Pertanyaan inilah yang menjadi problem ataupun tantangan pengembangan bank syariah di Indonesia. Market share perbankan syariah memang selalu meningkat pada setiap tahunnya. Tahun 2004 misalnya, market share pada angka 1,26% sedangkan satu tahun berikutnya meningkat menjadi 1,42%. Di akhir tahun 2008 angka tersebut naik menjadi 2,7%. Namun peningkatan ini masih terlalu kecil jika dibandingkan dengan besarnya potensi pasar yang ada. Jika melihat pada besarnya penduduk muslim di Indonesia (88% dari keseluruhan jumlah penduduk) dan banyak lembaga keuangan syariah pendukung (koperasi syariah, BMT, asuransi syariah dan sebagainya), maka angka tersebut tentulah masih sangat kecil.
Sebagaimana yang tercantum dalam laporan BI, dinyatakan bahwa market share perbankan syariah di Indonesia tidak lebih dari 5%, atau tepatnya hanya 2,7% saja dari market share. Bahkan jumlah DPK bank syariah hanya sebesar 1,38% dari market share. Angka di atas menunjukkan bahwa secara kuantitas, fungsi intermediasi bank syariah belumlah signifikan. Hal ini karena hanya sebagian kecil saja dari komponen masyarakat yang mampu dilayani oleh bank syariah.
Karena sebagian besar sumber dana bank syariah adalah DPK dan market share bank syariah hanya 2,7% saja, maka dapat dipahami bahwa volume DPK yang berhasil dihimpun bank syariah masih tergolong kecil. Karena DPK-nya kecil, maka konsekuensinya adalah financing yang dilakukan juga kecil. Hal ini mengindikasikan bahwa fungsi intermediasi bank syariah di Indonesia belum optimal. Karena kondisi tersebut dipengaruhi oleh besar-kecilnya DPK, maka perlu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi DPK yang dihimpun oleh bank syariah. Dengan diketahuinya faktor-faktor tersebut, maka perbankan syariah dapat menyusun langkah strategis dan antisipatif terhadap segala perubahan yang terjadi pada variabel-variabel yang menjadi faktor-faktor berpengaruh tersebut.
2.1. Rumusan dan Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penelitian yang akan dilakukan ini berupaya untuk menjawab dua rumusan masalah berikut ini:
1. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi penghimpunan DPK bank syariah?
2. Bagaimanakah hubungan antara faktor-faktor berpengaruh tersebut terhadap DPK bank syariah?
3. Di antara faktor-faktor tersebut, faktor apakah yang paling berpengaruh terhadap DPK bank syariah?
Yang dimaksud dengan ’bank syariah’ dalam penelitian ini adalah keseluruhan BUS dan UUS yang beroperasi di Indonesia tanpa membedakan antara bank asing, bank nasional ataupun campuran. Namun Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) tidak masuk dalam wilayah penelitian. Sedangkan jangkauan waktu penelitian mulai tahun 1999 sampai dengan 2008.

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Dilaksanakannya penelitian bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempunyai pengaruh terhadap jumlah DPK yang dapat dihimpun oleh bank syariah. Tujuan berikutnya yang akan dicapai adalah untuk mengidentifikasi faktor yang paling dominan mempengaruhi jumlah DPK bank syariah. Selanjutnya penelitian juga bertujuan untuk mengetahui hubungan masing-masing faktor tersebut terhadap DPK.
Sedangkan manfaat hasil penelitian yang mungkin akan diperoleh adalah:
1. Setelah diketahuinya faktor-faktor yang mempengaruhi DPK, maka bagi praktisi perbankan syariah, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk menyusun serangkaian upaya dan program yang akurat untuk meningkatkan DPK bank syariah.
2. Karena dari beberapa faktor yang berpengaruh terhadap DPK akan sangat dimungkinkan ada yang berhubungan positif dan negatif, maka praktisi perbankan syariah dapat melakukan upaya preventif jika terlihat adanya indikasi perubahan pada variabel-variabel berpengaruh.
3. Dari hasil penelitian ini akan diketahui pula faktor yang paling dominan mempengaruhi DPK, maka hasil penelitian tersebut dapat dimanfaatkan untuk menyusun skala prioritas program penghimpunan DPK. Faktor yang paling dominan tentunya akan memperoleh perhatian khusus.
Oleh karenanya, secara umum demikian manfaat penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi bank syariah dalam upayanya untuk memperbesar market share-nya, sehingga fungsi intermediasi perbankan syariah dapat dijalankan dengan optimal.

1.4. Telaah Pustaka
Beberapa penelitian terdahulu telah berupaya untuk menemukan faktor-faktor yang diidentifikasi mempunyai pengaruh terhadap penghimpunan DPK bank syariah di Indonesia. Penelitian-penelitian tersebut mencoba untuk menentukan beberapa variabel bebas (independent variable) yang berpengaruh secara signifikan dan berhubungan dengan DPK bank syariah. Penelitian yang dilakukan oleh Lulu’ Mazidah di Bank Syariah Mandiri dan Yulyana R. Widyanti di Bank Syariah Mega misalnya, keduanya menyimpulkan bahwa tingkat suku bunga bank konvensional, Produksi Domestik Bruto (PDB) dan inflasi mempengaruhi DPK yang dihimpun oleh kedua bank syariah tersebut. Baik Mazidah maupun Widyanti juga menemukan bahwa tingkat imbal bagi hasil (nisbah, bonus, dll.) tidak berpengaruh terhadap DPK.
Kesimpulan yang terakhir disebut tampaknya agak kontradiktif dengan hasil temuan Irbid dan Zarka (2001) yang menyatakan bahwa nasabah bank syariah lebih digerakkan oleh motif keuntungan yang akan diperoleh nasabah. Oleh karena imbal bagi hasil adalah salah satu keuntungan yang akan diperoleh oleh nasabah, maka logikanya adalah bahwa imbal bagi hasil turut berpengaruh terhadap DPK bank syariah. Hal senada juga terlihat dari penelitian Miftahul Hasan (2007) yang berkesimpulan bahwa tingkat bagi hasil mempunyai pengaruh terhadap DPK. Dengan mengambil sampel pada produk mudharabah, ia menyatakan bahwa bagi hasil berpengaruh secara signifikan dan berhubungan positif. Temuan Irbid dan Zarka (2001) dan Hasan (2007) tersebut juga diperkuat oleh hasil penelitian Center for Bank Resecarh Universitas Andalas yang menyatakan bahwa tingkat keuntungan turut mempengaruhi nasabah bank syariah.
Penelitian Mazidah dan Widyanti di atas telah menemukan tiga faktor yang merupakan variabel bebas yang mempunyai predictive power, maka penelitian yang dilakukan Ahmad Sonhaji menemukan satu lagi variabel bebas yang berpengaruh terhadap DPK. Variabel bebas tersebut adalah Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI). Dalam jangkauan waktu penelitian tahun 2001 sampai 2006 dan dikhususkan terhadap bank syariah di Jawa Timur, Sonhaji menemukan bahwa SWBI merupakan faktor yang berhubungan positif terhadap DPK dan berpengaruh secara signifikan. Penelitian berikutnya yang dilakukan oleh Ilmiawan Awalin menambah lagi faktor yang berpengaruh terhadap DPK bank syariah, yaitu faktor Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Dengan menggunakan analisis regresi dan dalam kurun waktu penelitian tahun 2003 sampai 2006, Awalin berkesimpulan bahwa DPK bank syariah turut dipengaruhi oleh SBI yang ternyata berhubungan secara negatif. Ini artinya bahwa jika SBI naik, maka DPK bank syariah akan turun; demikian pula sebaliknya.
Yang menarik dari penelitian Sonhaji dan Awalin ini adalah kesimpulan mereka bahwa tingkat inflasi tidak berpengaruh terhadap DPK. Kesimpulan tersebut mengundang dua pertanyaan menggelitik. Pertama, jika memang SBI berpengaruh terhadap DPK (sebagaimana temuan Awalin), tetapi mengapa inflasi tidak berpengaruh terhadap DPK. Pertanyaan ini muncul karena selama ini yang terjadi dalam kebijakan moneter di Indonesia adalah, jika inflasi naik maka SBI akan turut naik guna menekan laju inflasi dan demikian juga sebaliknya. Kedua, kesimpulan Sonhaji dan Awalin bahwa DPK tidak dipengaruhi inflasi, berseberangan dengan temuan Mazidah dan Widyanti yang berkesimpulan bahwa inflasi berpengaruh terhadap DPK.
Dari serangkaian penelitian yang telah dikemukakan di atas tampak beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi DPK bank syariah. Meskipun terdapat beberapa perbedaan hasil temuan, namun dapat dikatakan bahwa ada 5 (lima) variabel bebas terhadap DPK adalah SWBI, SBI, PDB, imbal bagi hasil dan laju inflasi. Berdasarkan dari penelitian-penelitian tersebut, maka dalam rencana penelitian ini akan digunakan 7 (tujuh) variabel bebas yang akan diuji kekuatannya dalam mempengaruhi DPK bank syariah. Tujuh variabel bebas tersebut terdiri dari lima variabel bebas di atas, di tambah dengan dua variabel lain yaitu jumlah kantor bank syariah dan biaya promosi yang dikeluarkan bank syariah.
Jumlah kantor bank syariah yang bertambah tiap tahunnya dimasukkan sebagai faktor berpengaruh (variabel bebas). Penambahan variabel ini terkait dengan hasil penelitian tim BI yang menyatakan bahwa kedekatan lokasi bank syariah menjadi faktor penting dalam mempengaruhi nasabah untuk menggunakan jasa bank syariah. Ini artinya bahwa semakin banyak jumlah bank syariah, maka bank syariah semakin dekat kepada masyarakat. Jika bank syariah lebih dekat kepada masyarakat, maka akan semakin banyak masyarakat yang menggunakan jasa bank syariah sehingga market share-nya juga bertambah. Sedangkan faktor promosi juga diposisikan sebagai variabel bebas. Sudah menjadi keniscayaan dalam dunia bisnis, bahwa sebagian besar promosi turut mempengaruhi ‘tingkat penjualan’ barang dan jasa yang ditawarkan kepada masyarakat. Sebagaimana hasil penelitian Yusuf Syafingi di PT. FIF Syariah Cab. Yogyakarta dan Endang Sunarsih (2001) bahwa biaya promosi berpengaruh positif terhadap jumlah nasabah di lembaga keuangan syariah. Akan tetapi dua penelitian tersebut belum menyentuh secara khusus dalam dunia perbankan syariah.
Berdasarkan uraian di atas, maka ‘posisi’ penelitian yang akan dilakukan ini di antara penelitian-penelitian yang telah ada sebelumnya adalah sebagai berikut:
1. Melanjutkan penelitian-penelitian sebelumnya dalam upaya untuk menentukan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap DPR. Jika penelitian sebelumnya telah menemukan lima faktor sebagai variabel bebas, maka penelitian yang akan dilakukan ini akan menggunakan tujuh variabel bebas. Penelitian terhadap dua variabel bebas tambahan tersebut (biaya promosi dan jumlah kantor bank syariah) belum pernah dilakukan oleh penelitian-penelitian sebelumnya.
2. Penelitian ini akan berbeda dengan penelitian sebelumnya. Perbedaan tersebut selain terletak pada jumlah variabel bebasnya, juga terletak pada obyek penelitian dan kurun waktu penelitian (time series). Obyek penelitian ini adalah seluruh bank syariah di Indonesia (bukan kasus bank syariah tertentu), sedangkan kurun waktu penelitian (time series) dimulai sejak tahun 1999 sampai 2008.
3. Beberapa penelitian di atas menghasilkan kesimpulan yang berbeda mengenai pengaruh inflasi dan imbal bagi hasil terhadap DPK. Perbedaan tersebut sangat mungkin disebabkan oleh obyek penelitian (bank) dan kurun waktu yang berbeda. Karena penelitian ini akan meneliti seluruh bank syariah di Indonesia dengan rentang waktu 10 tahun, maka hasil penelitian ini dapat memverifikasi kontradiksi antara hasil-hasil temuan sebelumnya.

1.5. Landasan Teori dan Pengembangan Hipotesa
Meskipun sistem ekonomi Islam dan bank syariah mempunyai idealitanya sendiri, namun keduanya masih berada di bawah hegemoni kapitalisme global. Konsekuensinya adalah kekuatan sistem ekonomi kapitalis turut mempengaruhi sistem ekonomi Islam dan bank syariah. Ibaratnya, sistem ekonomi syariah merupakan sebuah keramba ikan yang berada di tengah derasnya aliran sungai kapitalisme.
1.5.1. Tingkat bunga
Bunga dapat diartikan sebagai balas jasa yang diberikan oleh bank konvensional kepada nasabah yang membeli atau menjual produknya. Tingkat bunga sebagai salah satu instrumen kebijakan moneter, memang pada dasarnya hanya ’diperuntukkan’ bagi bank konvensional. Akan tetapi fluktuasi tingkat bunga tetap berpengaruh terhadap perbankan syariah. Misalnya jika terjadi kenaikan tingkat bunga untuk mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat, maka masyarakat/investor akan lebih suka untuk menempatkan dananya di bank karena return yang diperoleh sangat tinggi karena tingkat bunga yang tinggi.
Selain itu, bagi kalangan perbankan syariah sendiri, tingkat bunga juga menjadi salah satu hal yang harus diperhatikan dalam teknik manajemen margin. Sebagaimana yang dinyatakan Zainul Arifin, bahwa terdapat tiga karakteristik portofolio aset dan liabilitas yang harus dikelola secara simultan untuk mencapai sukses dalam mengelola margin, yaitu jangka waktu (maturity), risiko kegagalan (default risk) dan tingkat bunga.
1.5.2. Inflasi dan BI Rate
Inflasi dapat diartikan sebagai kenaikan tingkat harga barang secara umum. Kerangka umum yang sering dipergunakan dalam menganalisa interaksi simultan antarapermintaan dan penawaran baik pada pasar barang dan pasar uang adalah kerangka IS-LM. Kerangka ini secara gamblang dapat menunjukkan bagaimana kebijakan moneter dan fiskal mampu mempengaruhi tingkat pendapatan atau output. Pada masa inflasi, seseorang akan merasa lebih aman jika menginvestasikan modalnya dalam bentuk pembelian rumah atau barang berharga lainnya dari pada untuk investasi yang produktif. Atau jika tidak, masyarakat akan lebih senang untuk menyimpan uangnya di bank, karena—sebagaimana yang dilakukan BI—untuk menekan laju inflasi BI akan menaikkan BI rate sehingga return yang dijanjikan bank konvensional juga semakin tinggi.

1.5.3. Poduksi Domestik Bruto (PDB)
PDB atau Gross National Product (GNP) merupakan ukuran kesejahteraan ekonomi suatu negara. Pada waktu PDB/GNP naik, maka rakyat secara materi bertambah baik posisinya dan demikian jika terjadi sebaliknya. Dalam tataran mikro ekonomi, jika GNP naik yang berarti pendapatan perkapita naik, maka nilai MPS (Margin Propensity to Save) semakin besar. Sebagaimana diketahui bahwa pendapatan individu diketahui dari persamaan Y = C + S. Jika pendapatan perkapita meningkat (Y), maka prosentase konsumsi individu (C) akan menurun sementara tingkat saving (S) akan bertambah. Kondisi sebaliknya terjadi jika pendapatan perkapita menurun, karena individu mungkin akan mengalokasikan sebagian besar atau bahkan seluruh pendapatannya (Y) untuk konsumsi (C).

1.5.4. SBI Syariah dan Imbal Bagi Hasil
SBI Syariah atau yang sebelumnya bernama SWBI adalah kebijakan moneter yang bertujuan untuk mengatasi kesulitan kelebihan likuiditas bank syariah. SBI Syariah termasuk sarana penitipan dana jangka pendek di mana BI akan memberikan bonus kepada bank syariah yang menempatkan dananya di BI. SBI Syariah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 10/11/PBI/2008. Dalam ketentuan tersebut juga diatur bahwa hanya bank syariah yang nilai FDR-nya di atas 80% yang boleh mengikuti lelang SBI Syariah.
Sedangkan imbal bagi hasil atau nisbah adalah porsi tingkat keuntungan dan kerugian yang akan ditanggung bersama oleh pihak bank dan nasabah. Besaran nisbah dipengaruhi oleh pendapatan bank, nominal simpanan, rata-rata saldo dan jangka waktu. Mekanisme nisbah ini digunakan untuk jenis transaksi yang menggunakan akad seperti mudharabah dan musyarakah. Sementara untuk transaksi yang menggunakan akad wadiah, maka imbalan untuk nasabah berbentuk bonus. Baik nisbah maupun bonus wadiah merupakan tingkat keuntungan yang diperoleh oleh nasabah dari bank tempat ia menyimpan dananya. Sebagaimana studi Irbid dan Zarka di atas bahwa salah satu motivasi nasabah bank syariah adalah motif keuntungan.

1.5.5. Jumlah Kantor Bank Syariah
Salah satu di antara permasalahan perkembangan bank syariah adalah jaringan kantor bank syariah yang belum luas. Pengembangan jaringan kantor bank syariah diperlukan dalam rangka perluasan jangkauan layanan kepada masyarakat. Jumlah jaringan kantor yang luas juga akan meningkatkan efisiensi usaha dan tingkat kompetisi. Selain untuk memudahkan masyarakat, jangkauan jaringan ini juga diperlukan untuk mengatasi masalah likuiditas.
Beberapa studi secara implisit memperkuat teori di atas. Sebagaimana studi yang dilakukan Nurafifah dan Haron bahwa fasilitas perbankan berpengaruh terhadap nasabah bank syariah. Hal yang sama juga dapat disimpulkan dari studi yang dilakukan Kaynak, yang berkesimpulan bahwa pelayanan perbankan dan fasilitasnya menjadi pertimbangan konsumen untuk memilih jenis banknya. Selain itu, dalam Ringkasan Pokok-pokok Penelitian mengenai Preferensi dan Perilaku Nasabah Bank Syariah yang dirilis oleh BI (2000), dinyatakan bahwa layanan dan jarak kantor bank syariah menjadi faktor dominan motivasi nasabah bank syariah.

1.5.6. Promosi
Promosi merupakan bentuk komunikasi pemasaran yang berusaha menyebarkan informasi, mempengaruhi, membujuk atau mengingatkan pasar sasaran atas perusahaan dan produksnya agar mereka bersedia menerima, membeli dan loyal pada produk yang ditawarkan perusahaan yang bersangkutan. Tujuan promosi meliputi tiga hal, yaitu informing, persuading dan reminding. Promosi juga diposisikan sebagai salah satu faktor yang menentukan keberhasilan program pemasaran. Meskipun suatu produk mempunyai kualitas tinggi, akan tetapi jika calon konsumen tidak mengetahuinya dan tidak yakin terhadap kegunaan produk tersebut, maka calon konsumen tidak akan membelinya.
Berdasar pada tinjauan literatur dan landasan teori sebelumnya, maka model penelitian yang dibangun adalah sebagai berikut:

Oleh karenanya, model persamaan yang akan diuji atau diestimasi adalah sebagai berikut :
DPKBSt = β0 + β1 SBISt + β2 SBIt + β3 PDBt + β4 INFt + β5 BGHt + β6 KTRt + β7 PROt + et
DPKBSt : DPK bank syariah yang berhasil dihimpun pada periode t;
β0 : Koefisien regresi
β1 SBISt : SBI Syariah pada periode t;
β2 SBIt : SBI pada periode t;
β3 PDBt : PDB pada periode t;
β4 INFt : Tingkat inflasi pada periode t;
β5 BGHt : Imbal bagi hasil pada periode t;
β6 KTRt : Jumlah kantor bank syariah pada periode t;
β7 PROt : Biaya promosi yang dikeluarkan bank syariah pada periode t;
et : Koefisien pengganggu.
Sedangkan hipotesis yang digunakan adalah:
H1 : SBI Syariah, SBI, PDB, Inflasi, Imbal bagi hasil, Jumlah kantor bank
syariah dan Biaya promosi, secara individual berpengaruh secara
signifikan terhadap DPK bank syariah.
H2 : SBI Syariah, BI Rate, PDB, Inflasi, Imbal bagi hasil, Jumlah kantor bank
syariah dan Biaya promosi, secara simultan berpengaruh secara
signifikan terhadap DPK bank syariah.

1.6. Metode Penelitian
1.6.1. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang telah dilakukan ini adalah penelitian kepustakaan (library research).

1.6.2 Pendekatan penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan kuantitatif. Pendekatan ini dipilih karena jenis data yang diolah dan diperoleh berupa angka-angka dan analisis yang digunakan menggunakan alat statistik ekonomi yang bersifat inferensial.

1.6.3. Sumber dan pengumpulan data
Sumber data yang digunakan adalah data sekunder yang dimiliki oleh BI selaku bank sentral Indonesia dan Biro Pusat Statistik (BPS). Meskipun data sekunder namun validitasnya dapat dipertanggungjawabkan sebagaimana data primer, karena data yang dihimpun oleh BI dari bank-bank syariah di Indonesia melalui mekanisme yang baku dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penggunaan data sekunder ini juga didasarkan pada pertimbangan efisiensi waktu, biaya dan sumber daya yang lain, sehingga penelitian tetap managable. Sumber data diperoleh dari berbagai bentuk, seperti laporan tahunan (annual report) BI, Statistik Perbankan Indonesia, Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI), Jurnal Ekonomi dan Keuangan BI, laporan BPS, website online BI, dan sumber-sumber lain yang dinilai valid setelah melewati proses kritik sumber. Data-data tersebut selanjutnya dihimpun melalui proses dokumentasi.
Data yang dikumpulkan dari sumber-sumber di atas terdiri dari variabel bebas dan terikat. Variabel bebas terdiri dari tujuh komponen, yaitu SBI Syariah (sebelumnya bernama SWBI), SBI, PDB, tingkat imbal bagi hasil, laju inflasi, biaya promosi dan jumlah kantor bank syariah. Sementara satu variabel terikat adalah jumlah DPK yang berhasil dihimpun bank syariah. Adapun kurun waktu penelitian (time series) mulai tahun 1999 sampai dengan tahun 2008.

1.6.4. Populasi dan sampel
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang terdiri dari manusia dan benda lain yang mempunyai sifat yang sama. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh bank syariah yang ada di Indonesia, baik itu BUS maupun UUS. Karena seluruh bagian dalam populasi masuk dalam obyek penelitian maka tidak digunakan metode sampling.

1.6.5. Analisis data
Metode yang dipilih untuk menganalisis data harus sesuai dengan pola penelitian dan variabel yang akan diteliti. Oleh karenanya, data-data yang telah terkumpul kemudian dianalisis menggunakan metode analisis regresi linear berganda. Metode analisis ini dipilih karena penelitian berupaya untuk menjelaskan pengaruh dan hubungan beberapa variabel bebas terhadap variabel tergantung (dependent variable). Namun sebelum masuk dalam proses ini, akan dilakukan terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik, yang meliputi uji multikolinearitas, uji autokorelasi, uji heteroskedastisitas dan uji normalitas. Uji asumsi klasik mutlak dilakukan guna memperoleh hasil analisis yang akurat dan presisif.
Persamaan regresi yang digunakan dalam proses analisis sebagai berikut:
DPKBSt = β0 + β1 SBISt + β2 SBIt + β3 PDBt + β4 INFt + β5 BGHt + β6 KTRt
+β7 PROt + et
Keseluruhan langkah ini dengan menggunakan software EViews versi 4.0.

1.7. Sistematika Pembahasan
Keseluruhan pembahasan dalam riset ini akan disajikan dalam beberapa bab yang saling berkaitan antara satu bab dengan bab lainnya. Adapun perinciannya adalah sebagaimana berikut ini.
Bab I merupakan Bab Pendahuluan. Pada bab ini disajikan mengenai latar belakang masalah, rumusan dan batasan masalah penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori, telaah pustaka dan metode yang digunakan. Materi pada bab pendahuluan perlu disajikan diawal pembahasan agar diketahui arah penelitian dan bagaimana penelitian tersebut dilakukan. Setelah mengetahui isi pada bab pendahuluan ini, pembaca setidaknya telah mempunyai frame yang jelas.
Pada bab berikutnya, yaitu Bab II akan memuat landasan teori yang digunakan untuk menyusun hipotesis penelitian. Hipotesis tersebut selanjutnya akan diuji pada Bab IV. Oleh karenanya bab ini akan menyajikan pembahasan mengenai bank syariah, khususnya bank syariah di Indonesia. Pembahasan mengenai bank syariah ini akan dikaitkan dengan berbagai variabel yang terkait erat dengan DPK bank syariah. Hal perlu dilakukan agar dapat dilakukan pengembangan hipotesa yang tepat.
Sedangkan pada bab berikutnya, yaitu Bab III akan disajikan perkembangan perbankan syariah di Indonesia. Pembahasan pada bab ini akan dikupas dari tiga segi, yaitu peranan bank syariah di Indonesia dalam bidang ekonomi, peluang bank syariah dan hambatan pengembangan bank syariah.
Bab IV merupakan ’inti’ dari penelitian ini. Pembahasan dalam Bab IV diarahkan untuk menjawab rumusan masalah yang telah ditetapkan sebelumnya pada bagian pendahuluan. Pada bagian ini, hasil analisis kuantitatif akan disajikan yang selanjutnya akan diberikan interpretasi.
Bab berikutnya adalah bagian Penutup. Ada dua materi utama yang akan disajikan pada bab ini, yaitu simpulan dan implikasi teoretis yang dilanjutkan dengan rekomendasi penelitian. Bagian simpulan difokuskan untuk menyajikan ringkasan jawaban dari rumusan masalah. Sedangkan pada bagian rekomendasi memuat saran-saran peneliti mengenai penelitian lanjutan yang mungkin dapat dilakukan sebagai implikasi dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.


(Sumber: AM. M. Hafidz MS, M.Ag)

1 komentar: