Minggu, 09 Januari 2011

Konsep Investasi Syariah

Islam sebagai agama wahyu merupakan sumber pedoman hidup bagi seluruh umat manusia. Oleh karena itu, seluruh aktivitas yang dilakukan dalam bidang ekonomi Islam mengutamakan metode pendekatan sistem nilai sebagaimana yang tercantum dalam sumber-sumber hukum Islam yang berupa Al Quran, Sunnah, Ijma dan Ijtihad.
Sistem nilai tersebut diharapkan dapat membentuk suatu sistem ekonomi Islam yang mampu mengentaskan kehidupan manusia dari ancaman pertarungan serta timbulnya perpecahan akibat adanya persaingan dan kegelisahan yang menyebabkan keserakahan sebagai bentuk krisis dari sistem ekonomi kapitalis individualistik dan marxis sosialistik (Muhamad, 2000 : 14-16). Islam menginginkan suatu ekonomi pasar yang dilandaskan pada nilai-nilai moral. Segala kegiatan ekonomi harus berdasarkan pada prinsip kerjasama dan prinsip tanggung jawab.
Karakteristik utama dari sistem ekonomi Islam adalah digunakannya konsep segitiga (triangle concept) yang memiliki tiga elemen dasar. Adapun ketiga elemen dasar tersebut adalah Allah SWT, manusia dan alam. Dalam melaksanakan segala aktivitas ekonomi, maka manusia akan selalu berhubungan dengan manusia lainnya (hablum minannaas). Sedangkan elemen alam pada konsep segitiga dimaksudkan sebagai wahana atau tempat yang mampu memberikan dan mencukupi kebutuhan seluruh mahluk hidup, khususnya umat manusia. Namun demikian, manusia yang telah ditakdirkan sebagai mahluk hidup yang diberikan akal memiliki kewajiban untuk menjaga kelestarian dan kelangsungan hidup dari alam tersebut. Pada akhirnya, keseluruhan hubungan horisontal antara kedua elemen tersebut harus mengacu pada sebuah garis lurus vertikal, yaitu Allah SWT (hablum minnallah). Hal tersebut merupakan salah satu bentuk filsafat ekonomi Islam. Lebih lanjut dijelaskan bahwa dalam filsafat ekonomi Islam terdapat tiga asas pokok yaitu sebagai berikut:
1. Asas yang menjelaskan bahwa dunia dan seluruh isinya, termasuk alam semesta, adalah milik Allah SWT dan berjalan menurut kehendak-Nya.
2. Asas yang menjelaskan bahwa Allah SWT merupakan pencipta semua mahluk hidup yang ada di alam semesta ini. Konsekuensi yang timbul dari hal tersebut adalah bahwa seluruh mahluk hidup tersebut harus tunduk kepada-Nya.
3. Asas yang menjelaskan bahwa iman kepada hari kiamat akan mempengaruhi pola pikir dan tingkah laku ekonomi manusia menurut horison waktu.
Kekuasaan Allah SWT terhadap dunia beserta isinya bersifat menyeluruh termasuk terhadap harta benda yang dimiliki oleh seorang manusia. Dalam rangka mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan maka manusia yang merupakan khalifatullah harus mampu mengelola harta benda miliknya sesuai dengan ajaran Allah SWT. Pengeloaan tersebut dapat berupa melakukan investasi yang sesuai dengan nilai-nilai syariah. Konsep pengelolaan harta sesuai dengan nilai-nilai syariah tersebut juga dipertegas dalam Hadits Riwayat (HR) Ibn Majah yang menjelaskan bahwa “Bertakwalah kepada Allah dan sederhanakanlah dalam mencari rezeki. Ambillah apa yang halal, dan tinggalkan apa yang haram”. Manajemen pengelolaan harta tersebut juga dijelaskan dalam Hadits Riwayat (HR) Bukhari, yang menjelaskan “Sesungguhnya Allah tidak menyukai kalian menyiakan harta” (Iggi H. Achsien, 2000 : 25 dan 28). Oleh karena itu, pembentukan reksa dana syariah sebagai lembaga investasi syariah juga memiliki keterkaitan yang erat dengan implementasi konsep ekonomi Islam yang mengacu pada sistem nilai dan asas-asas pokok filsafat ekonomi Islam yang berpedoman pada Al Quran serta sumber-sumber hukum Islam lainnya.

Konsep Harta Dalam Islam
pengertian harta (maal) dalam bahasa Arab ialah apa saja yang dimiliki manusia. sebagaimana Rasulullah bersabda dalam sebuah Hadits:" Sebaik-baik maal ialah yang berada pada orang yang saleh." (Bukhari dan Muslim).
- Menurut bahasa (lughat) harta adalah segala sesuatu yang diinginkan sekali oleh manusia untuk dimiliki, memanfaatkan dan menyimpannya.
- Menurut syar`a harta adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki (dikuasai0 dan dapat digunakan (dimanfaatkan) menurut ghalibnya (lazim).
- Dalam Al-Qur`an harta disebutkan dalam 25 surat dan 45 ayat
Islam telah menetapkan hukum-hukum bagi masing-masing peruntukan harta itu untuk menjamin harta tetap sebagai pelayan manusia untuk dimanfaatkan dan memberikan manfaat kepada orang lain. Bukan sebaliknya, yaitu manusia menjadi hamba dan pelayan harta yang menimbulkan bahaya bagi diri sendiri dan orang lain.

Islam memandang harta dengan acuan akidah yang disarankan Al-Qur’an, yakni dipertimbangkannya kesejahteraan manusia, alam, masyarakat dan hak milik. Pandangan demikian, bermula dari landasan iman kepada Allah, dan bahwa Dia-lah pengatur segala hal dan kuasa atas segalanya. Manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya karena hikmah Ilahiah. Hubungan manusia dengan lingkungannya diikat oleh berbagai kewajiban, sekaligus manusia juga mendapatkan berbagai hak secara adil dan seimbang.
Ada tiga konsep dasar yang perlu kita semua sadari dalam masalah harta ditinjau dalam kerangka Islam. Ketiga hal inilah yang membedakannya dengan perencanaan keuangan secara konvensional:
1. Harta adalah titipan, bukan milik kita.
Uang, harta dan kekayaan bukanlah milik kita. Karena tidak ada se-senpun yang akan kita bawa ketika kita harus pergi meninggalkan dunia ini untuk menghadap Ilahi Rabbi. Harta sekaligus sebagai amanah yang harus dijaga pemanfaatannya agar mendatangkan kebaikan di dunia dan sekaligus keselamatan dan kebahagiaan di akhirat.
2. Perolehan, pengelolaan dan penggunaan harta harus sesuai dengan syariah.
Dari sudut pandang Islam, pertanggungjawaban seseorang atas harta yang pernah "dimiliki" akan dilihat dari dua sudut : darimana dan bagaimana ia mendapatkannya dan kemana dan bagaimana ia mempergunakannya. Oleh karena itu cara kita mendapatkan dan mengelolanyapun perlu memperhatikan prinsip-prinsip syariah, agar kita sanggup melakukan pertanggungjawaban kelak di akhirat atas harta yang dititipkan tersebut.
3. Menata dan merencanakan keuangan tidak terbatas hanya untuk kebutuhan duniawi.
Kehidupan manusia tidaklah hanya di dunia. Kehidupan yang sesungguhnya adalah kehidupan kelak di akhirat. Kehidupan di akhirat sangat ditentukan oleh bagaimana kita menjalani kehidupan selama di dunia. Hal ini juga berlaku dalam hal kita menata dan merencanakan keuangan. Orientasi penataan dan perencanaan keuangan secara Islami perlu juga memperhatikan pemenuhan atas persiapan akan kebutuhan di akhirat kelak.
Kalau harta seluruhnya adalah milik Allah, maka tangan manusia hanyalah tangan suruhan untuk jadi khalifah. Maksudnya manusia adalah khalifah-khalifah Allah dalam mempergunakan dan mengatur harta itu.
1. Allah Maha Pencipta, bahwa kita yakin semua yang ada di bumi dan di langit adalah ciptaan Allah.
2. Semua harta adalah milik Allah. Kita sebagai manusia hanya memperoleh titipan dan hak pakai saja. Semuanya nanti akan kita tinggalkan, kita kembali ke kampung akhirat.
3. Iman kepada hari Akhir. Hari Akhir adalah hari perhitungan, hari pembalasan terhadap dosa dan pahala yang kita perbuat selama mengurus harta di dunia ini. Kita akan ditanya darimana harta diperoleh dan untuk apa ia digunakan, semua harus dipertanggungjawabkan.

Ada 3 poin penting dalam pengelolaan harta kekayaan dalam Islam (sesuai Al-Qur’an dan Hadits); yaitu:
1. Larangan mencampur-adukkan yang halal dan batil. Hal ini sesuai dengan Q.S. Al-Fajr (89): 19; ”Dan kamu memakan harta pusaka dengan cara mencampur baurkan (yang halal dan yang bathil)”
2. Larangan mencintai harta secara berlebihan Hal ini sesuai dengan Q.S. Al-Fajr (89): 20; ”Dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan”
3. ”Setiap muslim terhadap muslim lainnya haram darahnya, hartanya dan kehormatannya” (hadits Muslim)

Kepemilikan Harta dalam Islam
"Kepemilikan" sebenarnya berasal dari bahasa Arab dari akar kata "malaka" yang artinya memiliki. Dalam bahasa Arab "milk" berarti kepenguasaan orang terhadap sesuatu (barang atau harta) dan barang tersebut dalam genggamannya baik secara riil maupun secara hukum. Dimensi kepenguasaan ini direfleksikan dalam bentuk bahwa orang yang memiliki sesuatu barang berarti mempunyai kekuasaan terhadap barang tersebut sehingga ia dapat mempergunakannya menurut kehendaknya dan tidak ada orang lain, baik itu secara individual maupun kelembagaan, yang dapat menghalang-halanginya dari memanfaatkan barang yang dimilikinya itu.
Para fukoha memberikan batasan-batasan syar'i "kepemilikan" dengan berbagai ungkapan yang memiliki inti pengertian yang sama. Di antara yang paling terkenal adalah definisi kepemilikan yang mengatakan bahwa "milik" adalah hubungan khusus seseorang dengan sesuatu (barang) di mana orang lain terhalang untuk memasuki hubungan ini dan si empunya berkuasa untuk memanfaatkannya selama tidak ada hambatan legal yang menghalanginya.
Batasan teknis ini dapat digambarkan sebagai berikut. Ketika ada orang yang mendapatkan suatu barang atau harta melalui caara-cara yang dibenarkan oleh syara', maka terjadilah suatu hubungan khusus antara barang tersebut dengan orang yang memperolehnya. Hubungan khusus yang dimiliki oleh orang yang memperoleh barang (harta) ini memungkinkannya untuk menikmati manfaatnya dan mempergunakannya sesuai dengan keinginannya selama ia tidak terhalang hambatan-hambatan syar'i seperti gila, sakit ingatan, hilang akal, atau masih terlalu kecil sehingga belum paham memanfaatkan barang.
Dimensi lain dari hubungan khusus ini adalah bahwa orang lain, selain si empunya, tidak berhak untuk memanfaatkan atau mempergunakannya untuk tujuan apapun kecuali si empunya telah memberikan ijin, surat kuasa atau apa saja yang serupa dengan itu kepadanya. Dalam hukum Islam, si empunya atau si pemilik boleh saja seorang yang masih kecil, belum balig atau orang yang kurang waras atau gila tetapi dalam hal memanfaatkan dan menggunakan barang-barang "miliknya" mereka terhalang oleh hambatan syara' yang timbul karena sifat-sifat kedewasaan tidak dimiliki. Meskipun demikian hal ini dapat diwakilkan kepada orang lain seperti wali, washi (yang diberi wasiat) dan wakil (yang diberi kuasa untuk mewakili).
Para fukoha membagi jenis-jenis kepemilikan menjadi dua yaitu:
1. kepemilikan sempurna (tamm).
2. kepemilikan kurang (naaqis).
Istilah kepemilikan telah ada dan muncul sejak adanya manusia pertama di muka bumi ini. Saat itu, makna kepemilikan tidak lebih dari sekedar penggunaan sesuatu guna memenuhi kebutuhan hidup. Pada masa awal ini manusia belum berfikiran untuk menyimpan apa yang ia miliki. Ini disebabkan penghuni bumi saat itu masih sedikit dan kebutuhan hidup sangat melimpah. Sehingga pada saat itu, kepemilikan terhadap sesuatu hanyalah bermakna penggunaan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Karena kebutuhan hidaup sangat mudah didapat.

Sebab-sebab Timbulnya Kepemilikan Sempurna.
1. Kepenguasaan terhadap barang-barang yang diperbolehkan,
2. akad,
3. penggantian dan
4. turunan dari sesuatu yang dimiliki.
Seiring dengan berjalannya waktu, sedikit demi sedikit jumlah bani adam mulai bertambah dan memenuhi penjuru bumi. Dimulailah persaingan guna mencukupi kebutuhan hidupnya. Hal ini terjadi setelah bertambahnya populusi. Dan dilain sisi setiap orang ingin memenuhi kebutuhan dengannya. Maka sejak inilah dimulai pergeseran makna kepemilikan yang awalnya hanya penggunaan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan hidup, menjadi kewenangan dan kekuasaan. Maka mulai saat inilah muncul istilah kepemilikan pribadi.
Dalam waktu yang sama manusia muncul dalam bentuk keluarga, jamaah, dan kabilah. Dan seorang manusia tidaklah hidup kecuali secara jamaah bermasyarakat. Karena tidak ada alternatif lain dalam kelangsungan kehidupan seseorang kecuali bergabung dalam komunitas masyarakat. Darinya muncul istilah kepemilikan bersama. Dimana tidak ada hak wewenang pribadi dalam memanfaatkannya melainkan digunakan bersama oleh setiap anggota masyarat. Seperti: jalan raya, jembatan, sungai, gunung dll.

Definisi Kepemilikan Menurut Ulama Syariah
Kepemilikan dalam syariat islam adalah kepemilikan terhadap sesuatu sesuai dengan aturan hukum dimana seseorang memiliki wewenang untuk bertindak dari apa yang ia miliki selama dalam jalur yang benar dan sesuai dengan hukum. Melihat makna defenisi ini jelaslah bahwa kepemilikan dalam islam berbeda dengan apa yang ada pada paham-paham lainnya. Seperti halnya aliran kapitalis yang memandang makna kepemilikan sebagai kekuasaan seseorang yang tak terbatas terhadap sesuatu tanpa ada pada orang lain. Inilah perbedaan yang mendasar antara konsep kepemilikan pada islam dan yang paham lainnya yaitu harus berada pada jalur koridor yang benar sebagaimana diperintahkan oleh Allah.swt oleh.

Faktor penyebab adanya kepemilikan dalam islam:
1. Tidak Menggantungkan Hidup Kepada Orang Lain.
Yang dimaksudkan dalam hal ini adalah tidak adanya ketergantungan materi dan mengaharap belas kasih orang lain. Karena islam memandang hina mereka yang hanya mengantungkan hidupnya kepada orang lain tanpa mau berusaha untuk memenuhi kehidupannya sendiri.

2. Semangat dan merasa tenang dalam beribadah kepada Allah.swt
Ini bisa dilihat dari bagaimana dengannya seorang muslim bisa menjalankan kewajibannya kepada Allah.swt. yang membutuhkan kejernihan pikiran. Dan ini tidak akan tercapai kecuali dengan memberikan kepada jiwa apa yang memenuhi kebutuhannya. begitu juga seorang muslim dalam menjalankan kewajiban kepada tuhannya selain kesiapan batin juga memerlukan harta materi. karena diantara kewajiban ada yang dalam pelaksanaannya memerlukan harta. Seperti dalam kewajiban berzakat dan ibadah haji kedua itu tidak diwajibkan kecuali kepada mereka yang mampu. Sudah jelas seorang muslim tidak akan mampu melaksanakannya melainkan dengan bekerja yang bisa menghasilkan materi. Oleh karena itu Ibnu Taimiah berkata bahwa: keimanan seorang muslim tidaklah sempurna kecuali ia mampu memenuhi semua kebutuhan hidupnya. Karena itu maka kekurangan harta materi merupakan kendala besar bagi seorang muslim dalam mencapai derajat iman yang sempurna. Dari ini bisa disimpulkan bahwa bagi seorang muslim harta tidaklah melainkan sebatas wasilah perantara guna mencapai tujuan-tujuan mulia. Bukanlah seperti apa yang disangka oleh sebagian umat muslim. Bahwa islam adalah pengangguran dan meninggalkan hal-hal yang bersifat duniawi dari harta dan kenikmatan lainnya dengan dalih zuhud,agar lebih tenang dalam beribadah. Lalu kemudian mengasingkan diri dari masyarakat guna mencapai derajat keimanan yang tinggi. Tidaklah seperti itu tetapi islam mendorong dan menganjurkan umatnya untuk slalu berusaha dalam mencari harta guna memenuhi kebutuhan hidupnya dan selanjutnya ia bisa beribadah kepada Allah.swt dengan tenang dan penuh kedamaian tanpa terikat oleh siapapun.

3. Menolong sesama.
Jika kita cermati kehidupan para sahabat Rasulullah.saw,mereka bersemangat dalam mencari harta guna memenuhi kehidupan dan mengeratkan tali silaturrahmi diantara mereka melalui sodaqoh. Sebagaimana diriwayatkan dari Abdurrahman Bin Auf. Beliau berkata: dengan harta aku menyambung silaturrahmi dan mendekatkan diri kepada Allah.swt. begitu juga Zubair Ibnu Awam berkata: sesungguhnya harta adalah darinya sumber kebaikan,silaturrahmi,nafaqah di jalan Allah.swt,dan kebaikan akhlaq. Selain itu pula padanya kemuliaan dunia dan kelezatannya.


Landasan Investasi Syariah
1. Perintah Allah SWT Untuk Mempersiapkan Hari Depan.
Allah SWT berfirman QS. An-Nisa/ 04 : 09 :
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.”
Ayat ini menggambarkan kepada kita tentang pentingnya planning atau perencanaan yang matang dalam mempersiapkan hari depan. Nabi Yusuf as, dicontohkan dalam Al-Qur’an membuat sistem proteksi menghadapi kemungkinan yang buruk di masa depan (QS. Yusuf/ 12 : 43 – 49)
2. Bahwa berasuransi tidak berarti menolak takdir
Berasuransi tidaklah berarti menolak takdir atau menghilangkan ketawakalan kepada Allah SWT, karena :
- Segala sesuatunya terjadi setelah berpikir dengan baik, bekerja dengan penuh kesungguhan, teliti dan cermat.
- Segala sesuatu yang terjadi di dunia ini, semuanya ditentukan oleh Allah SWT. Adapun manusia hanya diminta untuk berusaha semaksimal mungkin.
Allah SWT berfirman dalam QS. Attaghabun/ 64 : 11
“Tidak ada sesuatu musibahpun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah.”
Jadi pada dasarnya Islam mengakui bahwa kecelakaan, musibah dan kematian merupakan qodho dan qodar Allah yang tidak dapat ditolak. Hanya kita diminta untuk membuat perencanaan hari depan

1. Fatwa No. 20/DSN-MUI/IX/2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi Untuk Reksadana Syariah.
2. Fatwa No. 32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah.
3. Fatwa No. 33/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah Mudharabah.
4. Fatwa No. 40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal.
5. Fatwa No. 41/DSN-MUI/III/2004 tentang Obligasi Syariah Ijarah.
6. Fatwa No. 59/DSN-MUI/V/2007 tentang Obligasi Syariah Mudharabah Konversi.
7. Fatwa No. 65/DSN-MUI/III/2008 tentang Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) Syariah.
8. Fatwa No. 66/DSN-MUI/III/2008 tentang Waran Syariah.
9. Fatwa No. 69/DSN-MUI/VI/2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).
10. Fatwa No. 70/DSN-MUI/VI/2008 tentang Metode Penerbitan SBSN.
11. Fatwa No. 71/DSN-MUI/VI/2008 tentang Sale and Lease Back.
12. Fatwa No. 69/DSN-MUI/VI/2008 tentang SBSN Ijarah Sale and Lease Back.

DAFTAR PUSTAKA
“Hasil Investasi Reksa Dana Syariah Lebih Menguntungkan,” yang terdapat dalam http: // www.bisnis.com / pls / bisnis / bisnis.cetak ? inw_id=158693
Muhamad, Lembaga-Lembaga Keuangan Umat Kontemporer. Yogyakarta : UII Press, 2000.
www.google.com
www.wikipedia.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar